“Seorang
laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Mereka keduanya
telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu,”
[Kejadian 2 : 24 - 25]. 5 “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah
dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi
satu daging. 6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena
itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan
manusia," [Matius 19 : 5 - 6]
Secara
umum keluarga adalah persekutuan antara suami dan isteri [dan anak atau
anak-anak] yang terbentuk karena ikatan tertentu [misalnya Agama, Adat,
Hukum Sipil], serta membangun hidup dan kehidupan bersama pada suatu
tempat [tertentu]. Sedangkan keluarga Kristen adalah, persekutuan antara
suami-isteri dan anak [anak-anak] yang terbentuk ikatan kasih TUHAN
Allah, serta membangun hidup dan kehidupan bersama sesuai dengan Firman
TUHAN.
Keluarga
terjadi karena ada ikatan atau persekutuan tertentu. Ikatan dan
persekutuan tertentu dalam keluarga Kristen tersebut adalah kasih.
Ikatan tersebut terbentuk karena ada peneguhan dan pemberkatan nikah.
Tanpa peneguhan dan pemberkatan nikah, maka belum terbentuk hubungan
sebagai suami-isteri, sebagai keluarga. Keluarga Kristen hanya terbentuk
melalui suatu pengesahan oleh Gereja; serta didaftarkan melalui biro
pencatatan sipil.
Gereja melaksanakan [suatu keharusan atau kewajiban] peneguhan dan pemberkatan nikah [dalam Katolik, sakramen pernikahan] kepada calon suami-isteri sebagai penghantar berkat-berkat
TUHAN Allah pada hidup dan kehidupan berkeluarga. Sekaligus ikatan
bahwa, “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh
manusia,” Mat 19:6, Mrk 10:9. Suami-isteri Kristen [selama salah satunya
masih hidup] dilarang merusak apa yang telah dipersatukan TUHAN Allah
tersebut. Ini juga bisa bermakna bahwa, tidak ada perceraian atau
batalnya perkawinan dalam keluarga Kristen.
Perkawinan kristiani bertujuan mencapai
kesatuan pribadi yang sedalam-dalamnya; kesatuan yang melampaui
persatuan fisik, menuju pembentukan satu hati, satu jiwa, cinta kasih
itu menuntut kelestarian, kesetiaan dalam pemberian diri satu sama lain.
Ciri-ciri perkawinan kristiani, antara lain,
- dibangun berdasarkan Agape, atau Kasih TUHAN Allah, 1 Kor 13:4-7; Kol 3:14; 1 Pet. 4:8, karena dipersatukan oelh TUHAN Allah, Kej 2:18-23; dan bersifat monogami, hanya satu kali untuk setiap orang
- laki-laki atau suami sebagai kepala keluarga, Est 1:22 b; tidak dapat diceraikan dengan alasan apapun dan oleh siapapun, Mat. 19:1-12;
- memahami dan melaksanakan tugas dan panggilan sebagai suami-isteri, Kej 2:24-25; Ef 5:22-33; Kol 3: 19-21;
Di samping itu, ada banyak aspek yang menyangkut perkawinan Kristen, misalnya [Lihat tabel],
ASPEK
|
Meninggalkan orang tua
[ayah dan ibu ]
|
Bersatu dengan
suami-isteri
|
Menjadi satu daging
[seks ]
|
Fisik
|
berani untuk mempunyai
tempat tinggal terpisah dengan orang tua
|
persekutuan sebagai suami dan isteri dalam berbagai aspek hidup dan kehidupan
|
- seks sebagai prokreasi
- salah satu bentuk ungkapan kasih sayang
|
Psikhologi
|
- mandiri dalam pengambilan keputusan
- kedewasaan dan kematangan kepribadian
|
- penyesuaian kepribadian
- saling menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing pasangan
|
kesiapan dan penyesuaian psikhis
|
Sosial
|
- tanggung jawab sosial dan kemasyarakatan
|
kebersamaan di dan dalam masyarakat serta pergaulan sosial
|
dilakukan secara pribadi bukan secara sosial
|
Ekonomi
|
- tidak dibiayai orang tua
- mampu membiayai kebutuhan keluarga
|
penyatuan keuangan atau pendapatan suami-isteri
|
tidak bisa diukur
secara ekonomi
|
Religius
|
- tanggung jawab sebagai warga jemaat/ gereja yang dewasa
- bertumbuh dalam iman
|
- seiman/segereja
- menghargai tugas dan pelayanan suami-isteri di dan dalam gereja
|
kesetiaan kepada pasangan seks sebagai anugerah [hanya] kepada suami-isteri
|
© Layout by Jappy Mp
Asepek
fisik merupakan hal-hal yang nampak dan berhubungan dengan tampilan
jasmani seseorang; misalnya kesehatan tubuh, perumahan; usia,
keteraturan dan tata tertib hidup. Aspek psikologis merupakan keberadaan
dan hakekat kejiwaan seseorang; pada umumnya dapat terlihat berbagai
hal misalnya melalui tampilan diri, kata-kata, sikap, dan perbuatan
seseorang; tidak manja, mampu bersikap dewasa, dan lain sebagainya.
Aspek sosial merupakan keberadaan seseorang sebagai individu dalam sikon
sosio-kuturalnya. Tampilan diri pada sikon sosio-kultural ini, biasanya
juga merupakan akibat dari suatu proses kedewasaan fisik dan
psikologis. Aspek ekonomi merupakan kekuatan dan kemampuan keuangan
untuk menunjang atau mendukung proses hidup dan kehidupan secara fisik,
sosial, religius, dan lain sebagainya. Aspek religius merupakan unsur
yang menyangkut iman atau kepercayaan seseorang; biasanya bersifat pribadi dan merupakan warisan dari
orang tua atau keluarga. Namun, tidak menutup kemungkinan, religiusitas
atau keagamaan seseorang muncul karena adanya perubahan iman pada atau
dalam dirinya, sehingga berbeda dengan agama orang tua atau
keluarganya.
Aspek
fisik dari meninggalkan orang tua harus juga diimbangi dengan
kedewasaan biologis dan psikologis, jika tidak, maka suami maupun isteri
akan bergantung pada orang tua masing-masing; menjadi satu daging
[hubungan seks] hanya bisa terjadi jika ada kesiapan [aspek] psikologis
suami-isteri; kemampuan membangun dan membiayai kebutuhan rumah tangga
serta meninggalkan orang tua, hanya bisa terjadi kalau aspek ekonomi
suami-isteri sudah cukup untuk hal itu; aspek sosial persekutuan sebagai
suami-isteri, menunjukkan bahwa keduanya secara terang-terangan tampil
di hadapan umum sebagai suami dan isteri; demikian juga aspek-aspek yang
lain, semuanya saling berhubungan erat. Semua aspek itu harus
dipersiapkan dalam hidup dan kehidupan laki-laki dan perempuan. Sebab
diperlukan waktu yang relatif cukup lama untuk mencapai tingkat ideal.
Perkawinan
Kristen harus direncanakan dengan baik oleh mereka yang mau atau akan
menjadi suami-isteri; bukan semata-mata menyangkut ekonomi, pesta
perkawinan, dan lain-lain. Melainkan meliputi seluruh aspek kedewasaan
fisik, psikologis, ekonomi, sosial-kemasyarakatan, dan spiritual. Oleh sebab itu, pada gereja-gereja tertentu, mengadakan proses bimbingan pra-nikah; yang bertujuan agar semua calon suami-isteri memahami makna perkawinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar