Selasa, 30 April 2013

KELUARGA KRISTEN



“Seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu,” [Kejadian 2 : 24 - 25]. 5 “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. 6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia," [Matius 19 : 5 - 6]

http://henydwi.files.wordpress.com/2011/04/images-love-4.jpg

Secara umum keluarga adalah persekutuan antara suami dan isteri [dan anak atau anak-anak] yang terbentuk karena ikatan tertentu [misalnya Agama, Adat, Hukum Sipil], serta membangun hidup dan kehidupan bersama pada suatu tempat [tertentu]. Sedangkan keluarga Kristen adalah, persekutuan antara suami-isteri dan anak [anak-anak] yang terbentuk ikatan kasih TUHAN Allah, serta membangun hidup dan kehidupan bersama sesuai dengan Firman TUHAN.
 Keluarga terjadi karena ada ikatan atau persekutuan tertentu. Ikatan dan persekutuan tertentu dalam keluarga Kristen tersebut adalah kasih. Ikatan tersebut terbentuk karena ada peneguhan dan pemberkatan nikah. Tanpa peneguhan dan pemberkatan nikah, maka belum terbentuk hubungan sebagai suami-isteri, sebagai keluarga. Keluarga Kristen hanya terbentuk melalui suatu pengesahan oleh Gereja; serta didaftarkan melalui biro pencatatan sipil.
Gereja melaksanakan [suatu keharusan atau kewajiban] peneguhan dan pemberkatan nikah [dalam Katolik, sakramen pernikahan] kepada calon suami-isteri sebagai penghantar berkat-berkat TUHAN Allah pada hidup dan kehidupan berkeluarga. Sekaligus ikatan bahwa, “Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia,” Mat 19:6, Mrk 10:9. Suami-isteri Kristen [selama salah satunya masih hidup] dilarang merusak apa yang telah dipersatukan TUHAN Allah tersebut. Ini juga bisa bermakna bahwa, tidak ada perceraian atau batalnya perkawinan dalam keluarga Kristen.
Perkawinan kristiani bertujuan  mencapai kesatuan pribadi yang sedalam-dalamnya; kesatuan yang melampaui persatuan fisik, menuju pembentukan satu hati, satu jiwa, cinta kasih itu menuntut kelestarian, kesetiaan dalam pemberian diri satu sama lain. Ciri-ciri perkawinan kristiani, antara lain,
  • dibangun berdasarkan Agape, atau Kasih TUHAN Allah, 1 Kor 13:4-7;  Kol 3:14; 1 Pet. 4:8, karena dipersatukan oelh TUHAN Allah, Kej 2:18-23; dan bersifat monogami, hanya satu kali untuk setiap orang 
  • laki-laki atau suami sebagai kepala keluarga, Est 1:22 b; tidak dapat diceraikan dengan alasan apapun dan oleh siapapun, Mat. 19:1-12;
  •  memahami dan melaksanakan tugas dan panggilan sebagai suami-isteri,  Kej  2:24-25;  Ef 5:22-33;  Kol 3: 19-21;

Di samping itu, ada banyak aspek yang menyangkut perkawinan Kristen, misalnya [Lihat tabel],
ASPEK
Meninggalkan orang tua
[ayah dan ibu ]
Bersatu dengan
suami-isteri
Menjadi satu daging
[seks ]
Fisik
berani untuk mempunyai
tempat tinggal  terpisah dengan orang tua
persekutuan sebagai suami dan isteri dalam berbagai aspek hidup dan kehidupan
-    seks sebagai prokreasi
-    salah satu bentuk ungkapan kasih sayang
Psikhologi
-    mandiri dalam pengambilan keputusan
-    kedewasaan dan kematangan kepribadian  
-    penyesuaian kepribadian
-    saling menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing pasangan  
kesiapan dan penyesuaian psikhis 
Sosial
-    tanggung jawab sosial dan kemasyarakatan
kebersamaan di dan dalam  masyarakat serta  pergaulan sosial
dilakukan secara pribadi bukan  secara sosial
Ekonomi
-    tidak dibiayai orang tua
-    mampu membiayai kebutuhan keluarga
penyatuan keuangan  atau pendapatan  suami-isteri
tidak bisa diukur
secara ekonomi

Religius
-    tanggung jawab sebagai warga jemaat/ gereja yang dewasa
-    bertumbuh dalam iman
-    seiman/segereja
-    menghargai tugas dan pelayanan suami-isteri di dan dalam gereja
kesetiaan kepada pasangan seks sebagai anugerah [hanya] kepada suami-isteri
© Layout by Jappy Mp

Asepek fisik merupakan hal-hal yang nampak dan berhubungan dengan tampilan jasmani seseorang; misalnya kesehatan tubuh, perumahan; usia, keteraturan dan tata tertib hidup. Aspek psikologis merupakan keberadaan dan hakekat kejiwaan seseorang; pada umumnya dapat terlihat berbagai hal misalnya melalui tampilan diri, kata-kata, sikap, dan perbuatan seseorang; tidak manja, mampu bersikap dewasa, dan lain sebagainya. Aspek sosial merupakan keberadaan seseorang sebagai individu dalam sikon sosio-kuturalnya. Tampilan diri pada sikon sosio-kultural ini, biasanya juga merupakan akibat dari suatu proses kedewasaan fisik dan psikologis. Aspek ekonomi merupakan kekuatan dan kemampuan keuangan untuk menunjang atau mendukung proses hidup dan kehidupan secara fisik, sosial, religius, dan lain sebagainya. Aspek religius merupakan unsur yang menyangkut iman atau kepercayaan seseorang; biasanya bersifat pribadi dan merupakan warisan dari orang tua atau keluarga. Namun, tidak menutup kemungkinan, religiusitas atau keagamaan seseorang muncul karena adanya perubahan iman pada atau dalam dirinya, sehingga berbeda dengan agama orang tua atau keluarganya. 
Aspek fisik dari meninggalkan orang tua harus juga diimbangi dengan kedewasaan biologis dan psikologis, jika tidak, maka suami maupun isteri akan bergantung pada orang tua masing-masing; menjadi satu daging [hubungan seks] hanya bisa terjadi jika ada kesiapan [aspek] psikologis suami-isteri; kemampuan membangun dan membiayai kebutuhan rumah tangga serta meninggalkan orang tua, hanya bisa terjadi kalau aspek ekonomi suami-isteri sudah cukup untuk hal itu; aspek sosial persekutuan sebagai suami-isteri, menunjukkan bahwa keduanya secara terang-terangan tampil di hadapan umum sebagai suami dan isteri; demikian juga aspek-aspek yang lain, semuanya saling berhubungan erat. Semua aspek itu harus dipersiapkan dalam hidup dan kehidupan laki-laki dan perempuan. Sebab diperlukan waktu yang relatif cukup lama untuk mencapai tingkat ideal.
Perkawinan Kristen harus direncanakan dengan baik oleh mereka yang mau atau akan menjadi suami-isteri; bukan semata-mata menyangkut ekonomi, pesta perkawinan, dan lain-lain. Melainkan meliputi seluruh aspek kedewasaan fisik, psikologis, ekonomi, sosial-kemasyarakatan, dan spiritual.  Oleh sebab itu, pada gereja-gereja tertentu, mengadakan proses bimbingan pra-nikah; yang bertujuan agar semua calon suami-isteri memahami makna perkawinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar